THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Kopi Merah Putih - Indonesia Anonymus

ISBN: 978-979-22-4529-5, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Apa isi buku ini? Buku ini berisi obrolan dengan beragam topik: dari ngobrol soal listrik sampai soal pendidikan. Dari soal subsidi sampai soal bajaj. Buku ini juga ngobrol tentang pisang, toko kecil, HIV/AIDS, kartu kredit, pedagang asongan, sampai sinetron. Banyak topik yang serius (tapi kami sajikan secara ringan agar enak dibaca), ada juga topik bercanda. Namanya juga ngobrol. Misalnya: Mengapa banyak para profesional muda -- termasuk teman-teman kami -- yang walaupun punya gaji sangat lumayan, tetap terlilit hutang kartu kredit? Kok bisa? Bukankah kalau mau mereka bisa melunasi tagihan setiap bulannya? Semua orang tahu bahwa lulusan universitas top akan lebih mudah mendapat pekerjaan dibanding universitas tak terkenal. Lalu bagaimana nasib kita kalau kita sudah terlanjur lulus dari universitas tak terkenal dan sampai sekarang masih menganggur? Harus bagaimana kita? Bicara soal HIV/AIDS, seorang teman berkata: "HIV/AIDS ditularkan melalui hubungan seksual atau melalui jarum suntik yang terkontaminasi. Selama saya dan keluarga saya lurus-lurus saja, HIV tidak akan jadi masalah saya toh?". Jawabannya ternyata ada di cerita teman kami yang lain: Ia dikejutkan berita bahwa beberapa karyawan di kantornya tertular tuberkulosis (TBC). Tuberkulosis dan HIV/AIDS? Lho, apa hubungannya? Betulkah bahwa setelah reformasi, Indonesia justru semakin miskin? Kami menggali fakta dan mencari jawabannya untuk anda. Dan masih banyak lagi... Penulisnya Indonesia anonymus? Anonim? Kenapa anonim? Karena sama seperti anda, semenjak musim kampanye pemilu kemarin kami capek dengan hingar-bingar manusia mempromosikan dirinya sendiri: menonjol-nonjolkan kemampuan, menyembunyikan kekurangan, berpromosi habis-habisan, agar populer, terkenal, disukai, dianggap mampu, bla bla bla. Semua demi satu hal: jabatan. Anda pasti capek dengan semua itu. Seperti kami, anda juga pasti ingin sesuatu yang beda. Maka di sini kami menawarkan sebaliknya: kami tidak menulis buku ini untuk jadi terkenal, untuk jadi populer, untuk disukai, untuk dianggap mampu, atau untuk jadi caleg. Kami tidak cari nama. Jadi kami pilih tanpa nama. Anonim. Kami hanya ingin menulis, dan menulis apa adanya. (Untuk melengkapi semangat itu, dengan rendah hati kami sampaikan di sini bahwa pendapatan bersih dari buku ini nantinya akan didedikasikan untuk kegiatan amal dalam bidang pendidikan. Ya, betul: kami tidak ingin meraup keuntungan dari buku ini. Bukan karena kami tidak butuh uang, tapi karena seperti anda kami juga rindu patriotisme, dan buku ini jadi korban kerinduan itu.) Anonim kadang diasosiasikan dengan lempar batu sembunyi tangan, dan kami memahami bila itu yang ada di benak anda. Tapi buku ini tidak 'melempar batu' ke siapa-siapa, karena ini bukan buku yang mengkritik sana-sini. Kami juga semaksimal mungkin menyediakan catatan kaki yang lengkap untuk setiap sumber dari fakta-fakta yang kami kutip, untuk membuktikan bahwa kami tidak sembarang omong. Jadi kami tidak melempar atau menyembunyikan apa-apa. Lalu siapa Indonesia-anonymus ini? Kami sama seperti sebagian dari anda, adalah kuli kerah-putih Indonesia. Kami adalah sekelompok karyawan biasa, pekerja kantoran Jakarta, yang membanting tulang dari pagi hingga malam, pulang ke rumah kelelahan hanya untuk berangkat lagi keesokan harinya, demi gaji yang entah kenapa tidak pernah cukup. Seperti sebuah Indonesia mungil, kelompok kami terdiri dari ras, agama dan suku yang berbeda. Sebagian besar dari kami berpendidikan sarjana, beberapa dengan tambahan gelar Master dan Doktor. Sebagian lulusan universitas dalam negeri, sebagian lagi lulusan luar negeri.Tapi terus terang saja, semua fakta itu tidak penting. Yang penting adalah kami pada dasarnya sama dengan anda. Pemikiran kami-pun boleh jadi juga sama dengan pemikiran anda. Kami adalah anda, kami dan anda adalah kita, dan kita adalah Indonesia. Sama seperti anda, walaupun sibuk mencari makan, kita tentunya masih menyempatkan diri untuk berkumpul: duduk-duduk, minum kopi, dan ngobrol sana-sini. Ibukota banjir setiap tahun? Harga-harga membumbung tinggi? Pendidikan untuk anak-anak kita semakin mahal dan kualitasnya semakin rendah? Polusi semakin parah? Obrolan kita pun kemudian menjadi hangat dengan keluhan, pandangan, dan kritikan. Ide-ide perbaikan dilontarkan. Pro dan kontra diperdebatkan. Tapi akhirnya waktu berlalu, kopi habis, dan kita-pun harus beranjak untuk kembali ke rutinitas sehari-hari. Apakah obrolan tadi akhirnya hanya tinggal obrolan? Banyak bicara sedikit bekerja? Buku ini ingin membuktikan sebaliknya. Kenapa judulnya Kopi Merah Putih? Karena ketika ngobrol sambil ngopi, pemikiran kita tidak selalu sama: ada yang berpendapat begini, ada yang berpendapat begitu. Ada yang setuju, ada yang tidak. Ada yang bilang bagus, ada yang bilang jelek. Ada yang bilang manis ada yang bilang pahit. Ada yang bilang merah, ada yang bilang putih. Tapi bila digabung, jadilah merah putih. Jadilah Indonesia. Berbeda-beda (pendapat) tapi tetap satu. ----- Buku bisa dibeli di toko-toko buku Gramedia, online di situs Gramedia Pustaka Utama, maupun di toko-toko buku kesayangan anda.

2 cOmMenT:

spica_monk said...

WeEew.... kEreN... :D

sPica said...

tes :o

Post a Comment